Judul : Bumi Manusia
Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Tebal buku: 552 halaman
Penerbit : Lentera Dipantara, Jakarta
Tahun terbit: 2019
Minke. “Orang memanggil aku: Minke. Namaku sendiri… Sementara ini tak perlu kusebutkan. Bukan karena gila misteri. Telah aku timbang: belum perlu benar tampilkan diri di hadapan mata orang lain.”
Mama. “… seorang Wanita Pribumi, berkain, berkebaya putih, dihiasi renda-renda mahal, mungkin bikinan Naarden seperti diajarkan di E.L.S. dulu. Ia mengenakan kasut beledu hitam bersulam benang perak. Permunculannya begitu mengesani karena dandannya yang rapi, wajahnya yang jernih, senyumnya yang keibuan, dan riasnya yang terlalu sederhana.”

Dua tokoh dari Bumi Manusia yang merupakan tokoh kunci dari Bumi Manusia selain Ann, Annelies putri dari Mama atau Nyai Ontosoroh. Minke, seorang siswa sekolah H.B.S yang memiliki cara pandang berbeda di masa itu. Berlatar belakang masa penjajahan Belanda di Indonesia, mendukung alur cerita menjadi lebih menarik. Minke, Mama memiliki pandangan tersendiri mengenai kedudukan, kepintaran, pengetahuan yang luas dan juga bagaimana tata krama dan tutur yang sangat diperhatikan dan dibandingkan di saat itu. Seseorang yang berpendidikan pastilah dianggap menjalani proses yang namanya belajar di sekolah, sekolah modern milik Belanda, dan membaca begitu banyak buku dan juga sudah pernah bepergian kemana saja. Sebaliknya, seseorang yang bersekolah diceritakan belum tentu memiliki perilaku berpendidikan seperti itu. Perjuangan fisik ataupun batin pun tak kalah berwujud dalam kehidupan di masa itu. Alur cerita tersusun sebegitu peliknya, menggelitik emosi saat membacanya. Tingkah laku dan juga pola pikir dimainkan dengan cermat oleh Pram dari tokoh-tokohnya yang memiliki karakter kuat dan itu sangat menjadikan Bumi Manusia ini menjadi sebuah awal yang menarik dari Roman Tetralogi Buru ini. Pram, memberikan kejutan di setiap kata dan kalimatnya.

Bumi Manusia sendiri sudah diterbitkan ulang sebanyak 34 kali. Selain itu, Bumi Manusia juga diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa lain (begitu juga dengan sisa dari tetralogi Buru ini). Di tahun 2019 pun dibuatkan filmnya yang mampu menyihir setiap penikmatnya.

Desain cover dari buku ini didesain menggunakan warna hijau, dan ada gambar latar belakang masa penjajahan Belanda juga ketiga tokoh utama sedang berada di kendaraan Bernama andong. Desainnya sudah cukup menceritakan mengenai isinya, namun jika dibuat lebih menarik seperti desain cover buku lain yang diterjemahkan di beberapa negara lain, mungkin akan sangat menarik. Sementara untuk isinya, cukup menarik, karena paragraph pertama, kalimat pertama di paragraf pertama dimulai hampir di tengah-tengah halaman, dan memiliki kapital tebal. Sangat menggambarkan kedalaman dari cerita buku ini.