Dunia literasi anak mendapat warna baru dengan kehadiran buku “Ayahku seorang Nelayan” karya Naidi Atika Zundaro, akrabnya dipanggil Zunda. Berhasil meraih penghargaan Sastra Anak Indonesia 2024 yang diinisiasi TaCita (Yayasan Cita Cerita Anak); anak kedua dari pasangan Ahmad Riadi dan Kartini ini tidak hanya menceritakan hubungan ayah dan anak dalam bukunya; tapi juga bagaimana seluk beluk kehidupan seorang nelayan, hingga upaya menjaga dan melestarikan kekayaan laut.
Menghabiskan masa kecilnya di Bengkulu bersama dengan 1 (satu) orang kakak perempuan dan 2 (dua) orang adik laki-laki, Zunda masih mengingat kenangan ketika mendengarkan cerita dari Ibunya. “Ibu senang banget cerita dongeng-dongeng jaman dulu. Yang kayak cerita rakyat gitu. Nah, kalo cerita, Ibu menyanyikannya. Jadi aku dan saudara-saudaraku tuh senang banget kalo Ibu sudah mengajak kami berkumpul dan Ibu akan bercerita. Ayah aku juga suka banget dulu belikan buku bacaan, Lima Sekawan.” Terekam dengan jelas indahnya masa kecil bersama keluarga, Zunda menceritakan bagaimana dunia anak yang dialaminya juga pernah melewati masa-masa berat ketika orangtuanya pindah ke Sumatera Selatan, “Sebagai anak kecil aku tuh suka amatin apa yang ada di sekitar aku. Buatku, dunia anak tuh everlasting. Kayak comfortable banget! Nggak ada batasan”, ujarnya dalam kesempatan wawancara dengan tim Bantal dan Buku. Keinginannya untuk menekuni dunia ilustrasi momentumnya dimulai ketika umur 4 (empat) tahun tepatnya ketika masih TK, Zunda berhasil meraih juara pertama tingkat Kabupaten. Dari situlah, Zunda bertekad suatu hari dia akan menggeluti dunia ilustrasi.
Cita-citanya tidak semulus yang dibayangkan. Keinginannya sempat diragukan oleh ayahnya pada waktu itu. Hingga ketika mendapat beasiswa melanjutkan kuliah S1 di DKV ITB (Institut Teknologi Bandung), Zunda berkesempatan bertemu dengan sesama teman dari latar belakang yang sama dan dari situ perspektif perempuan penggemar buku karya Raymond Briggs ini, terbuka lebar. “Pas di ITB, aku baru tau kalo ternyata menggambar itu bisa dijadikan profesi ya hehehe…dan aku berterima kasih banget sama dosen aku waktu itu, Dr.Riama Maslan Sihombing; karena beliaulah yang pertamakali membuka mata kuliah ilustrasi di ITB dan memberi aku semangat untuk terus fokus dengan bidang yang aku suka ini”, ujar perempuan kelahiran 10 Juni ini.
Proses penyusunan buku ilustrasi “Ayahku seorang Nelayan” ini dimulai ketika Zunda mendapat beasiswa LPDP untuk menempuh pendidikan S2 – MA Children’s Book Illustration, Cambridge School of Art, Anglia Ruskin University di Inggris. Dihadapkan pada situasi pandemi saat itu, proses pencarian ide dilakukan melalui dunia media sosial, mulai dari menonton Youtube sampai melakukan komunikasi melalui surel dengan beberapa narasumber. Bagaimana kelanjutan cerita Zunda dibalik buku ilustrasi “Ayahku seorang Nelayan” ini? Klik di sini!